Herman Deru Sebut Batu Bara Ilegal dari Sumsel Banyak Lari ke Luar

Palembang, IDN Times - Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel), Herman Deru, membenarkan ada batu bara ilegal berasal dari Sumsel yang dibawa ke Lampung dan Pulau Jawa.
Disinyalir, larinya salah satu sumber kekayaan alam Sumsel tersebut melalui truk-truk pengangkut batu bara hingga menyeberang ke luar Pulau Sumatera.
"Pertambangan Ilegal tersebut sudah kita tutup, ada delapan titik di wilayah Tanjung Enim dan Tanjung Agung," ungkap Herman Deru, usai menghadiri acara tentang Izin Pertambangan Batu bara, di Hotel Aryaduta Palembang, (30/8).
1. Batu bara yang keluar dari tambang resmi ada SRPP

Herman Deru menegaskan, Pemprov Sumsel sendiri sudah melaporkan bocornya kekayaan alam Sumsel tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk ditindaklanjuti. karena, penyeludupan tersebut sudah beberapa kali lolos lewat jalan raya dan pelabuhan, sehingga perlu upaya pencegahan dari semua pihak dan mengimbau jangan lagi ada batu bara ilegal yang lolos.
"Saya perintahkan Kadis ESDM, kita kirim surat ke KPK, mereka langsung merespons dengan memberikan arahan kepada KSOP Lampung, Pelindo Lampung untuk mencegah batu bara ilegal ini diberangkatkan dan mengetatkan pengecekan dokumennya," tegas dia.
Mantan Bupati OKU Timur dua periode itu melanjutkan, batu bara yang keluar dari tambang resmi memiliki Surat Rekomendasi Pengangkutan dan Penjualan (SRPP), yang disertakan kemana batu bara tersebut dibawa. Sewajibanya, setiap perusahaan tambang memiliki surat tersebut, jika tidak ada maka berhak ditindak.
"Bocornya kekayaan alam dari tambang-tambang ilegal ini tentu merugikan daerah dan negara. Selain itu, penambang ilegal juga terancam keselamatannya lantaran tidak ada standar pengelolaan tambang. Kita takut kayak di Sulawesi Utara, nyawa penambang juga kita pikirkan. Bayangkan saja jika per-ton saja yang lolos berapa kerugian yang didapat," ungkap dia.
2. Sumsel masih miskin meski ada batubara

Herman Deru menjelaskan, bahwa batu bara ilegal tersebut diketahui banyak digunakan oleh industri di kawasan Lampung. Bahkan pabrik-pabrik di Lampung ikut menjadi bagian dari rantai praktik penambangan batu bara ilegal, dengan menjadi penampung.
"Dengan menutup tambang ilegal ini, menjadi bagian kecil upaya kita meredam peredaran batu bara ilegal. Makanya kalau ada tambang-tambang yang bermasalah izinnya langung dicabut," jelasnya.
Dalam beberapa bulan terakhir, terang Herman Deru, pihaknya sudah mencabut izin usaha operasi terhadap 68 perusahaan tambang batu bara di Sumsel yang bermasalah, yang tidak mereklamasi setelah melakukan aktivitas penambangan. Ada juga beberapa perusahaan yang masih diberi tenggat waktu untuk melakukan reklamasi.
"Reklamasi ini penting, tugas besar reklamasi ini jangan sampai alam ini rusak. Kedua, bagaimana pertambangan menjadi kekayaan Sumsel berdampak linear dengan masyarakat Sumsel, karena provinsi kita masih miskin," keluh dia.
3. Cegah penambangan batu bara ilegal, Sumsel bikin satgas investigasi

Untuk mengatasi kebocoran tambang tersebut, Herman Deru sudah membentuk satgas untuk menelusuri dan menindak para pelaku. Namun, pihaknya belum bisa memastikan berapa hasil kekayaan yang lari tanpa izin.
"Kita buat satgas. Polisi bisa menindak setelah keluar hasil investigasi. Kita butuh kerja sama, mudah-mudahan setelah ada hasil investigasi kita akan laporkan ke polisi, sehingga bisa menindak dengan undang-undang lingkungan," ujarnya.
4. Kerugian untuk satu titik tambang ilegal mencapai Rp54 miliar

Sementara, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumsel, Robert Heri menuturkan, pihaknya sudah menutup beberapa titik tambang yang disinyalir ilegal. Dari temuan pertahun untuk satu titik, kerugian negara bisa mencapai Rp54 miliar. Hal itu dinilai dari kerugian negara dari sisi royalti saja.
"Kita menutup tempat mereka jualan. Kalau tempat dan titik mengangkut dan menjual kita hilangkan, otomatis tidak jalan tambang itu. Itu sudah kita lakukan dan sudah kita tutup," jelas dia.
Peredaran batu bara ilegal ini, sambung Robert, diambil dari bawah tanah dan diangkut menggunakan truk keluar Sumsel sampai ke Lampung dan menyeberang ke Pulau Jawa. Robert juga meminta KSOP Lampung untuk tidak mengizinkan batu bara ilegal menyeberang.
"Mereka ilegal karena tidak mempunyai dokumen resmi. Kalau legal ada dokumen, seperti SRPP. Barang itu harus benar-benar dari tambang legal, lalu membayar royalti. Kalau tidak ada dokumen resmi, saya meminta supaya kapal tidak boleh berangkat," sambungnya.
5. Sebanyak 84 perusahaan tambang yang dicabut izin, 68 perusahan telah dibekukan

Kalau untuk perusahaan yang menerima IUP, Robert mengatakan, diwajibkan untuk melakukan reklamasi tambang yang sudah di atur oleh UU nomor 4 tahun 2009 pasal 96, dan diikat oleh perpu Nomor 78 tahun 2010 pasal 2 ayat 1 tentang Reklamasi Pasca Tambang.
Dari 84 perusahaan tambang di Sumsel yang dicabut izinnya, ada sekitar 68 yang sudah dibekukan, sedangkan 16 lagi masih diberikan tenggat waktu 3 bulan untuk melaksanakan reklamasi.
"Batu bara di Sumsel ada 47 persen dari total keseluruhan jumlah batu bara nasional, dan yang sudah dikelola rata-rata per tahun sekitar 46-48 juta ton," tandas dia.

















