IDN Times/Sidratul Muntaha
Menurut Wakil Ketua DPRD Sumsel, Muchendi Mahzareki, semua tentang pemuda di Indonesia ini berawal dari janin bernama sumpah pemuda. Para pemuda merupakan plasenta atau ari-ari yang memiliki fungsi menyuplai makanan dan menyokong kehidupan sang janin.
Dulu dan sekarang, Sumpah Pemuda itu mengandung makna perjuangan yang tetap sama, para pemuda sebagai ari-ari membantu menyatukan sel-sel dan organ tubuh Indonesia yang beragam menjadi satu kesatuan yang solid melalui cita-cita kebangsaan.
"Tanpa peran serta pemuda yang mengukuhkan sumpahnya di tahun 1928 itu, mustahil Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdiri seperti sekarang ini," ungkap Muchendi.
Ketua Komisi Pemenangan Pemilu Daerah DPD Partai Demokrat Sumsel itu mengungkapkan, anak muda Indonesia harus memiliki cita-cita untuk selalu mengobarkan semangat dan idealismenya, untuk maju dan terus bergerak membaca problem kehidupan mulai dari lingkungan terkecil hingga urusan yang lebih besar jangkauannya.
"Generasi muda Indonesia harus peduli, tidak boleh apatis, juga harus cerdas dalam mengekspresikan energi. Karena muda adalah kekuatan," jelas dia.
Namun, dalam proses mengisi semangat Sumpah Pemuda, saat ini banyak orang yang terjebak oleh perbedaan pandangan politik. Tidak sedikit yang terbawa perasaan (baper) lantaran memiliki perbedaan selera, baik secara politik maupun idealisme. Hal itu menurutnya, politik baper dipengaruhi oleh kemajuan teknologi.
Muchendi sadar, saat ini semakin banyak anak millenial yang tergerak dalam berpolitik, dan satu langkah yang harus dilakukan adalah memulai berpolitik secara dewasa, tidak boleh baper. Apa lagi millenial memiliki kemampuan lebih dan siap memimpin Indonesia dalam berbagai sektor.
"Kemajuan teknologi tidak bisa kita hindarkan. Zaman orang tua kita dulu tidak ada yang namanya media sosial (medsos), perubah sosio-kultur inilah yang menyebabkan orang menjadi mudah baper. Kalau dulu kita tidak tahu ada orang nyinyirin kita, tidak bisa mengkritik secara langsung, nah zaman sekarang hal itu mudah sekali terjadi dan jika kita tidak kuat otomatis baper akan terjadi," jelas dia.
Pria kelahiran Palembang, 26 Juni 1987 itu berpesan, sebaiknya para millenial Sumsel untuk tidak ikut-ikutan dalam segala tindak tanduknya. Berpolitik jangan dianggap sebagai ajang keren-kerenan yang cenderung mengikuti tren.
"Sikap ikut-ikutan itu semua tidak akan terjadi tanpa dorongan jiwa yang kuat. Saya meyakini bawah pemuda Sumsel saat ini merasa terpanggil dan ingin menyambut estafet kepemimpinan yang sebentar lagi terjadi dampak dari bonus demografi," jelas dia.